PADANG | Senin pagi (8/12/2025), Pelabuhan Teluk Bayur menyimpan suasana yang berbeda. Di sela dentuman kontainer dan lalu-lintas truk ekspedisi, deretan rompi oranye buruh Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) memenuhi halaman. Mereka bukan sedang menunggu kapal datang — mereka sedang memperjuangkan kepastian nasib profesinya.
Sejak pukul 09.00 WIB, ratusan buruh berkumpul dalam aksi damai yang diselenggarakan PUK FSPTI TKBM Teluk Bayur, didukung penuh PC FSPTI Kota Padang dan PD FSPTI Sumatera Barat. Seluruh pengurus hadir langsung di lapangan: Ketua PC FSPTI Kota Padang Zakirudin, Wakil Ketua FSPTI Kota Padang Syafrizal Koto, Ketua Koperbam Chandra, dan PD FSPTI Sumbar Yunisman SE., MM. Kehadiran mereka bukan sekadar simbol, tetapi bentuk pendampingan langsung kepada para buruh.
Pukul 10.00 WIB, massa bergerak tertib menuju titik aksi dengan spanduk yang menuntut pelaksanaan regulasi TKBM sesuai aturan berlaku. Tidak ada provokasi, tidak ada benturan. Semua berlangsung damai, seakan buruh ingin menunjukkan kedewasaan organisasi dalam memperjuangkan hak.
Dalam orasi pertamanya, Ketua PC FSPTI Kota Padang Zakirudin menekankan bahwa perjuangan hari itu bukan untuk menciptakan kegaduhan, tetapi untuk menuntut penegakan hukum.
“Kami hadir bukan untuk membuat kegaduhan. Kami menuntut aturan ditegakkan — karena keluarga kami bergantung pada masa depan pekerjaan ini.”
Sorak dukungan pecah saat mikrofon beralih kepada Ketua Koperbam Chandra. Ia mengingatkan sejarah panjang legalitas organisasi yang selama ini menggerakkan roda kerja TKBM Teluk Bayur.
“Koperbam sudah ada sejak 1989 dan memiliki izin resmi dari pusat. Legalitas itu jelas. Pelabuhan Teluk Bayur harus dikembalikan kepada posisinya yang benar sesuai aturan berlaku.”
Bagian paling emosional terjadi ketika Wakil Ketua FSPTI Kota Padang Syafrizal Koto berdiri di depan massa. Suaranya tegas namun tenang, mewakili suara hati ratusan pekerja pelabuhan.
“Jika otoritas dan pemangku kepentingan di Teluk Bayur tidak menghormati Putusan PTUN Medan No. 63/B/TF/2025 tanggal 17 Juli 2025, maka aksi damai yang lebih besar akan berlanjut.”
Setelah penyampaian aspirasi, awak media mewawancarai Kepala KSOP Teluk Bayur Chaerul Awaluddin di depan massa aksi. Chaerul mengapresiasi tertibnya aksi dan menyampaikan tiga poin penting:
“Pada aksi damai yang tergabung dalam Serikat Pekerja Buruh–TKBM hari ini, kami (KSOP Teluk Bayur) mengajak seluruh massa aksi untuk mendoakan dan membantu saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Pulau Sumatera, khususnya di Sumatera Barat.”
“Kami menghormati apa yang menjadi pernyataan sikap yang telah disampaikan, dan hal ini akan kami teruskan dan laporkan kepada pimpinan.”
“Kami mengapresiasi aksi damai yang dilaksanakan berjalan dengan tertib tanpa mengganggu aktivitas di pelabuhan.”
Pernyataan itu disambut tepuk tangan simbol penghargaan, menandakan bahwa perjuangan buruh bukan pertempuran, melainkan dialog untuk mencari keadilan.
Pukul 11.00 WIB, aksi damai dinyatakan selesai. Tidak ada gesekan, tidak ada gangguan operasional. Setelah tuntutan disampaikan dan keterangan resmi diterima, massa kembali ke pekerjaan masing-masing — pelabuhan kembali bergerak seperti biasa. Namun hari itu meninggalkan pesan besar: buruh Teluk Bayur tidak pernah menolak kerja, yang mereka tolak hanyalah ketidakadilan.
Teluk Bayur menyaksikan sejarah kecil namun penting. Buruh bukan lagi hanya tangan yang mengangkat barang, tetapi suara yang harus didengar dalam kebijakan pelabuhan. Ketika aturan ditegakkan dan hak dihormati, industri maritim akan berjalan lebih manusiawi dan berkelanjutan.
CATATAN REDAKSI
Aksi damai buruh Teluk Bayur membuka mata bahwa pelabuhan tidak mungkin berjalan tanpa pekerja. Ketika regulasi tidak berpihak, suara buruh harus dicatat — bukan diabaikan.
Hari ini, FSPTI dan Koperbam berdiri langsung bersama buruh, bukan di balik meja rapat. Inilah refleksi bahwa perjuangan buruh bukan sekadar tuntutan administratif, melainkan perjuangan martabat.
Selama suara buruh didengar, Pelabuhan Teluk Bayur akan terus berdetak dengan adil dan manusiawi.
TIM

